BUKU adalah jendela dunia. Kalimat yang
sering kita dengar dari kecil hingga dewasa. Tanpa harus berkeliling
dunia, dengan membaca buku kita dapat mengetahui sesuatu yang
menakjubkan tentang dunia luar. Membaca merupakan salah satu faktor
untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Membaca juga dapat menjauhkan
kita dari jurang kebodohan dan menjauhkan pula dari kemiskinan. Namun,
mengapa membaca tidak diminati oleh sebagaian besar masyarakat
Indonesia? Ini yang perlu dicari akar permasalahan dan solusinya.
Berdasarkan data yang dilansir Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2009, kemampuan membaca masyarakat Indonesia berada pada posisi 57 dari 62 negara anggotanya. Bahkan OECD juga mencatat 34,5 persen masyarakat Indonesia masih buta huruf. Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun yang sama, yang dirilis untuk mengetahui seberapa besar minat penduduk terhadap dua aktivitas, yaitu menonton dan membaca. Survei dilakukan kepada penduduk yang berusia 10 tahun ke atas. Hasilnya sungguh mengejutkan. Sebesar 90,27 persen penduduk menyukai menonton dan hanya 18,94 persen yang menyenangi aktivitas membaca surat kabar atau majalah.
Berdasarkan data yang dilansir Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2009, kemampuan membaca masyarakat Indonesia berada pada posisi 57 dari 62 negara anggotanya. Bahkan OECD juga mencatat 34,5 persen masyarakat Indonesia masih buta huruf. Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun yang sama, yang dirilis untuk mengetahui seberapa besar minat penduduk terhadap dua aktivitas, yaitu menonton dan membaca. Survei dilakukan kepada penduduk yang berusia 10 tahun ke atas. Hasilnya sungguh mengejutkan. Sebesar 90,27 persen penduduk menyukai menonton dan hanya 18,94 persen yang menyenangi aktivitas membaca surat kabar atau majalah.
Hal ini sangat berbeda jauh jika kita
melihat negara Jepang, di mana membaca merupakan kebutuhan dalam
kehidupan sehari-hari. Orang yang membaca sangat mudah ditemui di bus
kota, kereta listrik, dan di tempat-tempat umum lainnya. Mereka tidak
enggan untuk membawa buku di setiap aktivitasnya. Namun, bagi sebagian
orang di Indoneia membaca dapat menjadi suatu kegiatan yang membosankan
dan menjenuhkan. Biasanya orang lebih suka untuk menonton televisi
dikarenakan lebih menarik dan tidak membosankan. Mahalnya harga buku
juga menjadi salah satu problem utama kurangnya minat membaca dikalangan
masyarakat Indonesia. Minat membaca perlu ditumbuhkan sejak usia dini.
Laporan Human Development Index (HDI)
tahun 2011 yang dikeluarkan The United Nations Development Program
(UNDP) menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam peringkat 124 dari 187
negara di dunia. Peringkat ini lebih rendah dibanding dengan 5 negara
ASEAN lainnya, yaitu Singapura (26), Brunei (33), Malaysia (61),
Thailand (103), dan Filipina (112). Namun demikian Indonesia tetap lebih
tinggi di atas Vietnam (128), Laos (138), Kamboja (139), dan Myanmar
(149). Hal ini menunjukkan bahwa keseluruhan kualitas manusia di
Indonesia masih tergolong rendah, walupun mengalami kenaikan dibanding
tahun sebelumnya.
Dengan kualitas manusia yang masih
tergolong rendah,
Indonesia dikhawatirkan tidak mampu bersaing di dunia
global. Padahal dengan jumlah penduduk yang mencapai kurang lebih 240
jiwa dan ditambah kekayaan alam yang berlimpah, sudah sepatutnya
Indonesia dapat menjadi salah satu negara besar di dunia. Oleh karena
itu, menumbuhkan budaya membaca sangat penting, terlebih bagi generasi
muda yang menjadi ujung tombak kehidupan bangsa dan negara.
Selain itu, perlu adanya peran dari
keluarga, terutama kedua orangtua untuk menumbuhkan minat membaca pada
anak sedari kecil. Tentunya peran pemerintah juga tak kalah penting
dalam membudayakan kebiasaan membaca di kalangan masyarakat.
Perpustakaan keliling yang diprakarsai pemerintah boleh dibilang sebagai
terobosan yang sangat baik untuk menumbuhkan minat baca. Namun hal ini
juga perlu didorong dengan upaya lainnya untuk mewujudkan budaya
tersebut, yaitu melalui penyediaan buku-buku gratis bagi masyarakat
tidak mampu, sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengakses buku-buku
tersebut.
Menurut M. Susan Burns dalam bukunya
Starting Out Right (1998) minat baca merupakan sesuatu yang kompleks,
yang melibatkan keterampilan membaca sekaligus lingkungan yang
melingkupinya. Fasilitas merupakan salah satu faktor untuk membentuk
masyarakat gemar membaca. Dengan membangun fasilitas yang memadai
sebagai sarana untuk membaca, maka masyarakat baca dapat terbentuk.
Jadi, sudah seharusnya pemerintah membuat perpustakaan yang nyaman agar
masyarakat tertarik dan betah untuk berkunjung. Tentunya promosi yang
besar juga perlu dilakukan oleh pemerintah terhadap
perpustakaan-perpustakaan, karena banyak dari kita yang tidak tahu bahwa
sebenarnya di tiap provinsi, kabupaten bahkan desa/kelurahan pun banyak
perpustakaan umum sebagai tempat sumber informasi.
Bahkan apabila pemerintah dapat
menyediakan buku-buku asing dengan kualitas yang baik tentu sangat
bermanfaat. Karena seperti kita ketahui, dalam hal-hal tertentu banyak
bidang yang belum terakomodasi oleh pengarang-pengarang Indonesia,
terutama di bidang pendidikan. Hal ini dikarenakan buku-buku asing
sangat mahal harganya dan mendapatkannya pun tidak mudah, sebab belum
tentu dijual secara umum. Buku-buku asing tersebut juga dapat menambah
wawasan tentang dunia luar dengan lebih mendalam.
Dengan demikian, diharapkan kebersamaan
dari semua pihak untuk dapat mewujudkan budaya membaca di Indonesia,
tidak hanya bagi anak-anak dan remaja, melainkan orang dewasa dan
lansia. Sebab membaca tidak hanya memberikan wawasan tapi juga dapat
meningkatkan kualitas manusia di Indonesia.
Sumber: galamedia.com
Oleh: Muammar Wicaksono, mahasiswa Fakultas Hukum Unpad Bandung.
0 komentar:
Post a Comment